Dharma Wisata ke Pulau Ketawai
Mungkin benarlah pendapat orang-orang yang datang ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), bahwa keelokan alam dan potensinya tak kalah dibandingkan dengan daerah-daerah lain seperti Bali dan daerah-daerah wisata terkenal lainnya. Buktinya pantai-pantainya dikatakan sebagai salah satu daerah dengan pantai-pantai terbaik, dengan hamparan pasir putih dan landai. Selain pulau-pulau yang besar, Babel juga memiliki banyak pula-pulau kecil yang sangat indah. Salah satu pulau kecil nan indah tersebut adalah Pulau Ketawi, yang terletak di sebelah timur Pulau Bangka.
Potensi apa yang dimiliki pulau ini? Berikut hasil perjalanan koran ini bersama rombongan Dharma Wisata Bappeda Provinsi Babel yang dipimpin Kepala Bappeda Dr Ir Eko Cahyono MEng ke pulau ini Sabtu (25/12/2007) lalu.
------Bardian-BABELPOS, Pangkalpinang-------
PULAU Ketawi atau yang biasa disebut masyarakat Bangka dengan
Pulau Ketawai, adalah pulau terluas yang merupakan bagian dari gugusan pulau-pulau di sebelah timur Pulau Bangka. Pulau-pulau lain antara lain Pulau Panjang, Semujur, Yohara, Pulau Pasir (Gosong Asam) dan Pulau Bebuar. Di perairan sekitar pulau-pulau ini, terdapat karang-karang seperti Karang Gerek, Keranji, Teali, Gosong, Senara, Gosong Asam, Ketugar, Mentawi dan banyak lagi karang lainnya. Karang yang paling dekat dengan Ketawai adalah Karang Teali, Keranji dan Karang Gosong Asam.
Ketawi dengan luasnya sekitar 24 hektar ini, adalah pulau paling hijau diantara pulau-pulau lainnya. Hal ini dikarenakan seluruh pulau ini tertutup oleh rimbunnya pohon-pohon kelapa yang sengaja ditanam oleh penghuni dan pemilik lahan di pulau ini sejak puluhan tahun silam.
Dengan banyaknya Beting (gundukan pasir yang membentuk daratan akibat ombak dan arus) dan karang-karang yang menjadi tembok alam di sebelah timur pulau ini, tak terlalu terpengaruh oleh ganasnya ombak Laut Cina Selatan. Karena itulah pulau yang dikelilingi pantai berpasir putih ini, menjadi persinggahan para nelayan untuk beristirahat atau mengambil air dari 3 sumur peninggalan Jepang yang terdapat di pulau ini. Di sekitar tembok alam inilah menurut penuturan beberapa nelayan, seringkali terlihat rombongan lumba-lumba yang bermain.
Untuk ke Ketawai tidaklah sulit. Dari Pangkalpinang ke Kurau dengan kendaraan roda empat dibutuhkan sekitar 30 menit. Kemudian dari Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Kurau, dengan mengunakan kapal motor nelayan dengan sewa sekitar Rp 300 ribu sehari, yang bisa mengangkut sekitar 20-30 penumpang, dan hanya dibutuhkan sekitar 45 menit (jika kondisi laut agak tenang). Jarak dari Kurau ke pulau (Ketawai berhadapan langsung dengan Kurau-red) ini sekitar 13 km. Sementara dengan kapal cepat (jet foil) hanya dibutuhkan sekitar 20 menit dari Pantai Pasir Padi Pangkalpinang.
Di perairan antara Ketawai dengan pulau Bangka ini merupakan jalur lalu lintas kapal-kapal ukuran sedang baik penumpang maupun kapal barang dari atau menuju Tanjungpandan dan Jakarta.
Meski hanya pulau kecil, di pulau yang saat hanya dihuni sepasang suami isteri Puridin (90) dan Sarifah (60) ini, tak lagi gelap gulita jika malam hari. Hal ini karena disana tersedia 3 unit Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), meskipun saat ini yang berfungsi hanya 1 unit saja. Dan bagi pengguna Telepon Seluler (Ponsel) juga tak usah khawatir jika ingin berhubungan dengan ‘dunia luar’, karena signal satelit sangat jelas.
Selain penjaga pulau ini, hampir setiap harinya, beberapa nelayan menginap di pulau yang memang tersedia cukup banyak pondok-pondok kecil untuk berteduh yang dibuat oleh pemilik lahan di sini.
Nelayan yang menginap di Ketawai, selain hanya untuk beristirahat atau memperbaiki kapal atau perahunya, juga ada yang memang mencari ikan-ikan dan cumi-cumi (sutong) yang memang banyak di perairan ini, seperti yang dilakukan Rapusi (50), warga Tanjung Gunung asal Buton, yang setiap hari mencari sutong (Nyutong) diatas terumbu karang disekitar pulau.
“Saya ni pacak dikatakan setengah menetaplah isini, ku jareng pulang, tiap malem
nyarik sutong. Kelak e pagi-pagi ada yang ngambek sutong e ke sini,” ujarnya.
Selama ini menurut Puridin, pulau ini sering dikunjungi wisatawan local dari beberapa desa di Bangka yang datang secara rombongan. “Hampir tiap minggu banyak yang datang, apalgi musim-musim liburan. Dulu pernah ada sekitar 20 orang yang berkemah disine,” ujarnya.
Di Pulau Ketawai ini, dulu menurut Puridin pernah ada investor asal Singapur yang mengembangkan tambak ikan Kerapu. Namun entah mengapa sekarang tidak ada lagi.
Ketika Babel Pos bersama sama Kepala Bappeda dan beberapa anggota rombongan lainnya berkeliling pulau ini dengan mengitari pantai, di pingir-pinggir pantai terlihat sangat banyak ikan-ikan kecil yang bergerombol dan membentuk barisan yang sangat panjang di pantai, yang dari jauh terlihat seperti barisan hitam. Dipantai sendiri terlihat bekas-bekas biota laut seperti kulit kerang-kerang dengan ukuran yang cukup besar. Selain itu rumput laut juga cukup banyak terdampar dipinggir pantai yang terikut arus laut.
Kapal Asing
Berlimpahnya hasil laut di perairan ini, rupanya tak hanya dimanfaatkan oleh nelayan-nelayan local tetapi juga nelayan-nelayan asing seperti dari Thailand dan Taiwan. Nelayan-nelayan asing inilah yang lebih ditakuti nelayan local dibandingkan ganasnya lautan. Seperti diceritakan oleh Rusli warga Kurau yang sering ke pulau ini. “Seringkali dan hampir tiap malam, ada kapal asing yang cukup besar, mungkin kapal induk e, yang bersauh tak jauh dari pulau ini, menunggu kapal-kapal mereka yang lebih kecil yang pulang dari menangkap ikan. Kapal-kapal inilah menjadi kapal pengumpul. Kalok kapal kita berani neket (mendekat) ke kapal itu akan mereka tembak. Kapal-kapal kecil mereka sering kali terlihat dari sine siang, kalok nelayan disine lah tahu gale karena kapal tu bentuk e agak lain dibanding kapal kita disine,” ungkapnya seraya menjelaskan bahwa kapal-kapal besar nelayan asing itu sering bersauh di bagian Timur Pulau
Diterangkannya pula, kapal asing itulah yang seringkali menyebabkan hancurnya perairan disini karena mereka umumnya menggunakan trawl (pukat harimau) atau peralatan lain yang merusak.
“Bayangkan bai, sekali angkat pukat tu,pacak puluhan ton ikan dari yang besak hingga yang kecil termasuk kareng-kareng banyek yang tecabut,” sesalnya seraya mengatakan baha pihak Kamla) keamanan Laut dari AL-red) sendiri terlihat tak berani menindak karena peralatan yang tak memadai.
“Ikak tingok bailah kapal punya AL di PPI (Pelabuhan Pendaratan Ikan) Kurau tu, hanya speed boot yang dinding e dari papan setebel buluh di dinding umah ni,” ujarnya
Akan Dijual
Bagaimana pendapat Kepala Bappeda Babel Dr Ir Eko Cahyono MEng setelah melihat dan berkeliling pulau ini?”Kita akan tawarkan ke investor,” ujarnya.
Untuk bisa menawarkan Ketawai kepada investor maka menurut Eko harus dibuat rencana kasar atau ‘site plan’ pulau ini. “Meskipun masih kasar, tapi yang penting kita sudah bisa tawarkan kepada mereka dan memberikan gambaran umum pulau ini. Berapa luasnya, bagaimana aksesbilitasnya, bagaimana potensinya, bagaimana faslitas disana seperti ketersediaan air bersih. Jadi direncana kasar ini akan kita gambarkan dimana letak yang baik untuk dermaga, dimana laut yang landai untuk berenang, nginepnya dimana,” ujar Eko.
Kalau melihat potensi Ketawai, maka menurut Eko, pulau ini bisa dikembangkan untuk wisata bahari multipurpose seperti untuk berenang, bersantai, selancar angina. “Dan disini kan banyak karang-karang yang indah dan pulau-pulau kecil yang indah kita bisa manfaatkan untuk menyelam (diving).”
Dipaparkan Eko, melihat keadaan Pulau Ketawai, maka pemandangan yang paling bagus ada disebelah utara pulau yang menghadap Pulau Gosong Asam. Karena selain pemandangan kearah pulau yang indah, pantainya juga paling landai dan berpasir putih dan bersih. Selain itu, ombak dipantai sebelah utara ini juga sangat tenang, ditambah lagi ikan-ikan yang terlihat sangat banyak bermain di pinggir-pinggir pantai yang airnya sangat jernih. “Di sebelah utara ini sangat cocok dibangun cottages seperti di Parai itu,” tandas Eko.
Makhluk Halus
Buka hanya potensi yang ‘terlihat’ saja yang dimiliki Ketawai. Bagi pencinta Kismis (Kisah Misteri) juga bisa ‘berwisata’ ke tempat ini. Berdasarkan Cerita Puridin dan Isteri, di pulau ini paling tidak ada 3 makhluk halus yang sering menampkkan diri.
“Yang pertama adalah sering menampakkan diri sebagai cewek cantik. Dulu ada seorang bos kepiting yang pernah bertemu dengan cewek yang mengaku bernama Rohana. Kata die (bos kepiting itu-red) Rohana mengaku tinggal di sebelah timur pulau dan pernah mengajaknya untuk mampir kerumahnya padahal waktu itu sekitar jam 12 malam,” ceritanya.
Mahluk yang bernama Rohana ini menurut Puridin sering terlihat di jalan setapak di depan pondok mereka dengan rambut tergerai sepanjang pinggang dan nampaknya terlihat sangat cantik. Ketika menampakkan diri Rohana menggendong seekor kucing.
Selain Rohana, juga di pulau ini sering nampak kakek-kakek berjanggut panjang hingga ketanah dan seorang kakek-kakek seperti pak haji dengan pakaian putih-putih dan bersorban putih, yang sering muncul dari sebelah selatan pulau.
“Tapi mereka ini tak pernah mengganggu pengunjung yang datang kesini, asalkan pengunjung itu tak mengganggu atau ingin berniat yang kotor. Kalau ingin kencing dan berak mesti permisi dan untuk yang ingin berak harus ditanam atau ditoimbun lagi, jangan dibiarkan. Dulu pernah ada orang yang serampangan. Meski telah kami ingatkan, tapi die keras kepala. Akibatnya die tak bisa berangkat dari beraknya. Baru setelah die minta maaf dan ditolong, die bise sembuh. Kami juga dulu, tige orang dating kesine, kawan tu ternyata sering berbuat kotor dan menghamili nak gadis orang, entah macem nek kesitu nek nanyak nomor, entah macem mane tiba-tiba dari atas batang pohon Sawi yang sangat besar, die ditimbun kek pasir. Kan aneh dari bateng pohong tumpah pasir yang nyaris menimbunnya,” cerita Puridin.
Penjaga Pulau
Puridin dan isterinya bisa dikatakan sebagai Penjaga Pulau Ketawai. Sebagaimana mereka tuturkan kepada anggota rombongan dan termasuk koran ini, sejak sekitar 30 tahun lampau mereka telah mendiami pulau ini. “Sekitar 7 tahun setelah menikah, kami datang kesini. Jadi kami ni termasuk orang-orang pertama yang diem disini. Selain kami ade pak Rasyid (almarhum), H Djamaluddin dan H Marwah yang merintis tinggal di pulau ini. Tapi sekarang tinggal kami bai,” ujar Puridin dengan logat Madura-nya yang khas.
Puridin yang mempunyai 2 anak perempuan yang sekarang tinggal di Desa tanah Merah Bangka Tengah ini awalnya datang ke pulau ini diajak oleh H DJamaluddin. Mantan pegawai PU Pangkalpinang ini bersama-sama H Djamaluddin, H Marwah dan Rasyid sedikit demi sedikit menanam kelapa. Saat ini pohon kelapa yang dimiliki Puridin ada sekitar 1000 batang di sekitar 4 hektar lahan yang dimilikinya.
Dari mengumpulkan kelapa inilah Puridin menghidupi anak isterinya. Sehgari-hari ia bisa mengumpulkan sekitar 200 butir kelapa yang dijualnya kepada pedagang pengumpul yang datang ke pulau ini beberapa kali seminggu. Kelapa yang dijualnya ini terkadang masih berupa butiran atau bisa juga sudah menjadi kopra. “Tergantung harganya lah. Kalau kopra lebih mahal, kita jual kopra. Tapi jika butir lebih menguntungkan, kita jual butiran,” ujar lelaki yang meskipun sudah berumur tua ini, namun masih gagah dan lancar berbicara.
Bahan makanan sendiri tidaklah sulit diperoleh. Dari pedagang yang mengambil kelapanya, Puridin bisa menitipkan bahan makanan pokok seperti beras, gula, kopi, garam dan bumbu-bumbu termasuk minyak tanah. Selain kelapa, untuk kebutuhan sehari-hari Puridin dan isteri juga bertanam ubi kayu, pisang dan kacang tanah.
Pondok yang ditempati Puridin dan Isteri serta beberapa pondok lainnya ini berupa rumah panggung yang berdinding dan berlantai bambo dan beratapkan daun nipah atau kelapa.
Dharma Wisata
Kunjungan sekitar 50 pegawai Bappeda ini sebenarnya adalah da;lam rangka berdharma wisata sembari melakukan survey untuk melihat potensi pulau. Rombongan ini berangkat dengan 2 buah bus, 1 mobil pick up pengangkut perlengkapan dan ransum dan 1 mobil kendaraan dinas kepala Bappeda. Berangkat dari Panti Wangka Pangkalpinang sekitar pukul 07.05 WIB dan tiba di PPI Kurau sekitar pukul 07.45 WIB. Di sana sudah menunggu 3 kapal motor dan sekitar pukul 08.15 WIB rombongan pun berangkat ke Pulau Ketawai dan tiba di Ketawai sekitar pukul 09.15 WIB.
Setelah makan siang sekitar pukul 11.40 WIB, rombongan berkeliling pulau dipimpin Kepala Bappeda. Mulai dari sebelah Barat pulau berjalan kaki menyisiri pantai searah jarum jam. Sekitar 15 menit berjalan, terlihat Pulau Pasir (kalau dipeta sedangkan menurut nelayan pulau itu bernama Pulau Gosong Asam-red) yang sangat indah. Dan sekitar pukul 12.30 WIB, rombongan telah sampai di tempat pertama berjalan. Jika dilihat dari Global Position System (GPS) yang dibawa rombongan, maka keliling pulau ini sekitar 2 km.
Sekitar pukul 15.15 WIB, rombongan pun berangkat pulang. Jika ketika berangkat perjalanancukup tenang, lainhalnya ketika pulang. Ombak yang cukup besar membuat kapal motor terpaksa memperlambat lajunya dan tiba di PPI pun baru sekitar pukul 16.40 WIB.(BARDIAN)